KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
* I Made Widiantara, S.Psi.,M.Si
* I Made Widiantara, S.Psi.,M.Si
Komunikasi merupakan konsep dan proses kesamaan makna diantara partisipan serta tindak lanjut atas kesamaan tersebut. Hal ini menggambarkan suatu proses pencapaian tujuan berkomunikasi.
1. Bagaimana peserta dapat sampai pada kesamaan makna?
Kesamaan makna antara peserta komunikasi dapat dicapai dengan memperhatikan terlebih dahulu berbagai aspek, diantaranya adalah; latar belakang budaya, status sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, kesamaan pengalaman dalam interaksi sosial, disamping faktor kemampuan psikis seperti intelektualitas dan kemampuan beradaptasi. Ada kecenderungan kalau komunikasi terjadi pada orang-orang yang memiliki latar belakang seperti diatas yang sama maka kesamaan makna akan cepat terwujud. Terlebih lagi dalam komunikasi yang bersifat verbal karena pemahaman bahasa yang sama akan semakin membawa kita pada kesamaan makna yang terbentuk, daripada komunikasi yang terjadi pada orang-orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Sebagai contoh, ketika kita melakukan perjalanan ke luar negeri semisal ke India sedangkan kita tidak mengetahui bagaimana berbahasa India, maka ketika kita berkomunikasi dengan penduduk yang kita temui disana dengan menggunakan bahasa Indonesia dan merekapun menggunaka bahasa India, maka kesamaan makna tidak akan terjadi karena kita tidak memahami bahasa mereka dan merekapun tidak memahami bahasa kita. Terkecuali jika kita dan mereka menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi, setidaknya walaupun dilakukan dengan dialek dan gaya berbeda, tetapi ada kemungkinan akan mendapatkan makna yang sama.
Proses kesamaan makna berawal dari adanya persepsi yang sama antara peserta komunikasi. Sedankan kita ketahui bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan situasional. Faktor personal yaitu faktor yang ada pada individu itu sendiri, baik yang berupa kemampuan panca indera dalam mennangkap objek, kemampuan syaraf dalam meneruskan simpul objek ke saraf pusat atau otak maupun kemampuan otak dalam hal ini daya pikir kita dalam menilai atau menafsirkan objek tersebut. Kemampuan ini praktis berjalan sesuai dengan pengalaman dan struktur organisme individu. Apakah objek dipersepsikan sebagai objek yang dikenal ataukan belum dikenal sama sekali. Makna yang terkandung dalam bahasa pada komunikasi tentunya adalah termasuk objek yang ditangkap oleh panca indera kita, yang kemudian akan di interpretasikan ke dalam bentuk sebuah makna yang mempunyai arti, dalam hal ini dikatakan sebagai pemaknaan linguistik. Pada setiap orang pemaknaan ini berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan pengalaman yang telah dipelajarinya dalam masa kehidupannya, sehingga akan sangat menentukan caranya beradaptasi dengan lingkungan sosial.
Dalam hal ini konsep yang saya kemukakan cenderung pada teori homofili yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat dimana fihak yang berinteraksi memiliki kesamaan dalam beberapa hal, seperti nilai-nilai kepercayaan, pendidikan, status social dan sebagainya.
2. Bagaimana peserta dapat sampai pada hasil akhir komunikasi?
Peserta akan sampai pada hasil akhir komunikasi apabila telah ada umpan balik, interaksi dan koherensi dalam komunikasi. Selanjutnya diperlukan adanya kesepakatan dalam bentuk pemahaman bersama terhadap apa yang telah dikomunikasikan dan apa yang akan menjadi tindak lanjut dari komunikasinya tersebut. Dalam hal ini adanya koherensi antara peserta komunikasi yang berarti adanya pemahaman alur komunikasi, pola berpikir dan juga adanya penyaluran perasaan dalam komunikasi. Antara peserta komunikasi terjadi saling keterpengaruhan dari masing-masing pihak, sehingga terjadi perubahan sikap yang akhirnya akan berpengaruh pada kebiasaan dan perilaku peserta yang telah melakukan komunikasi. Biasanya komunikasi akan berlanjut dengan sebuah tindakan yang konkret, baik yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak maupun oleh salah satu pihak. Hasil komunikasi merupakan sebuah komitmen bagi setiap orang terhadap apa yang menjasi topik komunikasinya. Walaupun terjadi pada orang yang baru berkenalan, dan komunikasi terjadi sangat singkat dan ringan. Tetapi dari komunikasi perkenalan tersebut akan memberi pengalaman baru dan akan membekas pada memori seseorang, terlebih lagi jika perkenalan yang terjadi adalah perkenalan yang sangat diinginkan terutama bagi anak muda yang berkenalan dengan seorang cewek cantik misalnya. Maka sekedar mengetahui nama dan nomor telepon yang diberikan secara singkat dalam perkenalan tersebut nantinya akan mengubah dunia mereka jika hubungan berlanjut lewat telepon dan seterusnya (dengan catatan jika masing-masing pihak merasa cocok satu sama lainnya).
3. Bagaimana peserta dapat mengatakan komunikasi efektif?
Komunikasi dapat dikatakan efektif antara peserta komunikasi jika terjadi akibat-akibat dari tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, kita menciptakan dampak tertentu, merangsang munculnya gagasan-gagasan tertentu, menciptakan kesan-kesan tertentu sehingga menimbulkan reaksi-reaksi perasaan tertentu dalam diri orang lain. Keefektifan komunikasi antarpribadi sangat ditentukan oleh kemampuan peserta untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan sesuai yang peserta inginkan atau dengan kata lain mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang dikehendaki. Cara kita meningkatkan keefektifan dalam komunikasi antarpribadi adalah dengan cara berlatih mengungkapkan maksud dan keinginan kita, mau menerima umpan balik tentang tingkah laku kita, dan memodifikasi perilaku kita sehingga orang lain mampu mempersepsikannya sebagaimana makna yang kita maksudkan. Dalam artian, bahwa sampai akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perilaku peserta dalam peserta lainnya itu seperti yang dimaksudkan.
Sedangkan menurut Mc. Crosky, Larson, dan Knapp dalam bukunya ”An Introduction to Interpersonal Communication” mengatakan bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap stuasi.[1]
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan antara peserta komunikasi terjadi pada situasi menyenangkan. Sebagai contoh, bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, maka kita akan merasakan suatu aura menyenangkan dengan rasa gembira, bisa diterima dan terbuka. Sedangkan jika kita berkumpul dengan orang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah dan tidak enak. Dan ada kecenderungan kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi dan mungkin akan berusaha mengakhiri komunikasi kita.[2]
Komunikasi secara normatif harus berjalan positif untuk disebut sebagai komunikasi yang berhasil. Selain menimbang feedback, komunikasi juga harus memperhitungkan kemungkinan noise. Santoso Sastropoetro menulis, komunikasi akan berjalan efektif jika tercipta suasana komunikasi yang menguntungkan, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan ditangkap, temanya menggugah perhatian dan minat karena memberi gambaran akan adanya manfaat bagi penerima pesan (Sastropoetro, dalam Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, Remaja Karya, 1989).
Keberhasilan komunikasi sendiri menurut Sastropoetro, dapat diukur dengan melihat jumlah peserta komunikasi yang berhasil dicapai suatu pesan (audience coverage), munculnya pendapat dari penerima pesan terhadap masalah yang disodorkan (audience responce), pesan yang membekas pada diri penerima pesan (communication impact).
Keberhasilan komunikasi juga dapat diukur dari efek komunikasi, yaitu: (1) Efek Individual; kognitif, afektif, konatif. (2) Efek Sosial; difusi informasi, opini publik, akulturasi, perubahan sosial dan ekonomi.
Komunikasi Verbal yang efektif setidaknya harus memenuhi beberapa hal berikut:
1. Jelas dan ringkas. Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
2. Perbendaharaan Kata. Penggunaan kata-kata yang sederhana dan dimengerti lawan bicara adalah termasuk dalam komunikasi yang efektif. Dengan mempunyai pembendaharaan kata yang banyak, maka kemungkinan besar kita dapat menyesuaikan kata-kata yang seharusnya kita pergunakan dalam berhadapan dengan golongan tertentu. Seperti contoh, jika kita bekerja sebagai dokter, tentunya penggunaan bahasa yang sederhana yang bisa dimengerti oleh klien akan memudahkan pemahaman klien tentang maksud keterangan penyakit yang ingin kita informasikan.
3. Arti denotatif dan konotatif. Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
4. Selaan dan kesempatan berbicara. Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa kita sedang menyembunyikan sesuatu kepada orang lain.
5. Waktu dan relevansi. Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila seorang teman sedang membutuhkan pertolongan karena kecelakaan, tidak pada waktunya kita mengajaknya berbicara tentang bagaimana terjadi kecelakaanya, tetapi langsung ditolong dengan membawa ke rumah sakit misalnya.
6. Humor. Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan kita dalam memberikan dukungan emosional terhadap prang lain. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Tiga ranah/domain dalam sikap adalah kolektifitas total bagi terjadinya fenomena komunikasi internal maupun eksternal. Ranah afektif merupakan domain bagi produk perilaku (concious dan unconscious) verbal maupun nonverbal.
1. Bagaimana dominasi afektif dapat terjadi?
Komponen afektif menyangkut emosional subjektif seorang individu terhadap suatu objek perilaku. Yang secara umum aspek afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Walaupun perasaan pribadi seringkali sangat berbeda wujudnya jika dikaitkan dengan perilaku. Dengan contoh, jika kita menganggap bahwa minum-minuman keras akan berdampak memungkinkan terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap orang lain, maka kita yang tidak suka dan ketakutan terhadap perbuatan tersebut akan menjauhi atau menghindari teman-teman yang suka minum-minuman keras. Ungkapan kita pada teman-teman yang suka minum minuman keras mungkin dalam bentuk jijik atau mencemoohnya. Dan takut-takut kalau kita bisa terpengaruh akan perilaku teman kita tersebut. Kecenderungan reaksi emosional kita terhadap suatu objek merupakan komponen afektif yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan dan keyakinan benar salah terhadap suatu objek atau perbuatan.
Kaitan antara afektif atau perasaan terhadap perilaku atau konatif adalah kaitan yang sangat erat. Dimana bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku seseorang. Maksudnya, bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Ada kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini nantinya akan membentuk sikap seorang individu. Apabila seseorang tidak suka, percaya dan merasa bahwa minuman keras sangat merugikan tubuh karena mengandung zat bahaya bagi tubuh, maka orang tersebut cenderung tidak akan meminum minuman keras, terkecuali jika dijelaskan bahwa dengan meminum minuman keras hanya untuk menghangatkan badan pada musim dingin, mungkin orang tersebut akan mau meminumnya.
Pada tingkat yang lebih ekstrim dapat saja karena ketidaksukaan kita terhadap minuman keras, yang kita anggap merugikan dan berbahaya terhadap orang lain, sehingga kita cenderung merasa khawatir dan cemas kalau sekedar lewat atau mengetahui teman kita ada yang sering meminum minuman keras. Dan pada tahap selanjutnya bisa saja kita akan menjadi benci dan menolak keberadaan toko-toko atau orang yang menjual minuman keras, kerena dalam pikiran kita telah tertanam rasa tidak suka dan dampak negatif akibat minuman keras tersebut. Bentuk penolakan dan ketidaksukaan kita pada pedagang atau penjual minuman keras dapat berupa menggerebekan dan membakaran tempat berjualannya. Dan atau menjauhi serta memusihi teman kita yang suka minum minuman keras.
2. Bagaimana terjadinya produk dimaksud?
Produk dari dominasi afektif pada perilaku yaitu berupa sikap kita yang tidak suka, cemas dan merasa khawatir terhadap suatu objek tertentu sebagai sesuatu yang harus dihindari dan atau didekati jika kita merasa suka dan senang pada suatu objek tertentu. Komunikasi verbal yang terucap lebih cenderung pada kendali pikiran sadar kita, karena tentunya bahasa verbal akan kita kendalikan dengan penggunaan bahasa yang dapat dipahami orang lain. Ungkapan bahasa nonverbal biasanya akan menunjukkan aspek afektif kita, karena pada bahasa nonverbal terjadi dalam keadaan tanpa sadar. Menurut Johnson (19810 dalam bukunya A. Supratiknya, ”Komunikasi Antarpribadi”, menyatakan bahwa perilaku nonverbal memiliki beberapa ciri sebagai berikut; (1) merupakan kebiasaan sehingga bersifat otomatis dan jarang kita sadari, (2) berfungsi mengungkapkan perasaan-perasaan kita yang sebenarnya, kendati dengan kata-kata kita berusaha menyembunyikannya, (3) komunikasi nonverbal merupakan sarana utama untuk mengungkapkan emosi, (4) memiliki makna yang berlainan pada berbagai lingkungan budaya yang berebda, dan (5) memiliki makna yang berbeda dari orang ke orang atau pada orang yang sama namun berlainan tempat.[3]
Jadi dalam pembahasan produk dimaksud bahwa perasaan, emosional atau aspek afektif kita cenderung mempengaruhi prilaku yang kita tunjukkan kepada orang lain dalam bentuk sikap. Yaitu apakah dalam bentuk rasa tidak suka, senang, khawatir, benci ataukah marah yang biasanya kita tunjukkan dalam bentuk komunikasi nonverbal selain sedikit dalam ungkapan bahasa verbal. Bahasa nonverbal hanya dapat dicermati dengan ketelitian karena sifatnya terselubung dari sikap individu. Dan biasanya terjadinya berlangsung tanpa disadari oleh peserta komunikasi, dan hanya dapat dirasakan oleh lawan komunikasi kita.
3. Bagaimana terjadinya fenomena conscious dan unconscious?
Dalam bukunya The Art of Re-engineering Your Mind for Success, Waidi (2006:40) menyatakan ada segitiga pikiran yang memperlihatkan bahwa IQ (Intelektual Quotient) sebagai pikiran sadar yaitu yang berada pada posisi puncak dari segitiga dan porsinya kurang lebih 12 persen. Sedangkan pikiran bawah sadar terdiri dari EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient) yang menempati 88 persen dari pikiran kita. Menurutnya terdapat file-file kecil di dalam pikiran sadar dan bawah sadar kita, yang terdiri dari file positif dan file negatif. Jadi semakin banyak file positif yang ada di pikiran sadar maupun bawah sadar kita maka semakin baik dan semakin positif konsep diri yang ada pada diri kita, begitupun sebaliknya ketika terdapat banyak file negatif makan konsep diri kita akan semakin negatif.
Di sisi lain fenomena conscius dan unconscius mengetengahkan bahwa adanya sikap yang dilakukan dengan sadar dan dengan tidak sadar oleh seorang individu. Sebagai contoh ketika kita berkomunikasi dengan orang lain secara verbal atau penggunaan bahasa oral, maka kita akan berusaha memikirkan terlebih dahulu apa yang akan kita bicarakan dan dengan demikian kita melakukannya dengan kesadaran. Kecenderungan perilaku sadar ini kita lakukan dalam menjaga nilai kualitas kita dalam berkomunikasi. Setiap bahasa yang kita pergunakan memiliki makna dan arti yang tentunya akan bermakna sama juga bagi orang lain (ada persamaan persepsi tentang makna). Sedangkan bahasa nonverbal yang kita tunjukkan baik dalam bentuk bahasa tubuh maupun yang mengiringi tatanan suara verbal kita cenderung keluar dari pikiran bawah sadar. Dengan contoh, adanya mimik muka kita yang memerah ketika kita salah mengeja nama orang yang kita ajak berbicara. Intonasi suara kita akan sedikit bergetar dan meninggi disaat kita berusaha menutupi sesuatu hal yang menurut kita akan membuat harga diri kita jatuh kalau dikatakan (berusaha berbohong). Ada kecenderungan pikiran bawah sadar yang mendominasi pada bahasa nonverbal kita, dan ini terjadi tanpa kita sadari karena akan nampak dari sudut pandang orang lain, sedangkan kita sendiri tidak akan merasakannya.
Sikap adalah dasar value dari tindakan komunikasi positif maupun negatif.
1. Apa yang dimaksud dengan sikap positf, ciri/varian serta indikatornya?
Sebagai salah satu kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri positip. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat disamakan dengan suatu sistem operasi yang menjalankan suatu komponen, misalnya seperti komputer. Terlepas dari seberapa baiknya perangkat keras sebuah komputer dan program yang di-install pada komputer, apabila sistem operasinya tidak baik dan banyak kesalahan maka komputer tidak dapat bekerja dengan maksimal. Dan hal ini juga berlaku bagi manusia.
Konsep diri merupakan sistem operasi yang menjalankan mental, yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri ini setelah tertanam akan masuk dalam pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang pada suatu saat. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Dan begitu juga sebaliknya. Konsep diri yang positif akhirnya berwujud berupa sikap diri positif yang dapat terlihat oleh orang lain, sebagai lingkungan sosial kita dimana tempat kita bergaul dan berinteraksi. Sikap diri positif memenuhi beberapa hal penting, seperti; (1) adanya keyakinan akan kemampuan untuk mengatasi masalah; (2) merasa setara dengan orang lain; (3) menerima pujian tanpa rasa malu; (4) menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat; (5) mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.[4]
Kita dapat melihat konsep diri seseorang dari sikap mereka. Sikap diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya.
Maka sebagai indikator dari sikap positif adalah dengan menunjukkan sikap yang selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positip, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.
2. Bagaimana terjadinya sikap positif? Berikan contoh dalam konteks komunikasi penjualan personal!
Terjadinya sikap positif seperti yang telah dijelaskan pada poin 1 diatas, dimana berawal dari pikiran yang positif tentang diri sendiri dan orang lain. Selalu menanamkan konsep diri yang positif, apakah dengan mulai menyukai tubuh kita, penampilan, ataukah dengan cara kita berkomunikasi kepada orang lain. Karena sebagai penguat dalam pola pikir kita, dengan selalu memikirkan hal-hal yang positif tentang diri dikatakan juga dapat menjadi sebuah mantra sakti yang mampu memberi nilai positif terhadap sikap yang kita tunjukkan kepada orang lain.
Jika dikaitkan dengan konteks komunikasi interpersonal dalam penjualan, maka pengertian konteks hubungan antar pribadi adalah berupa transaksi dagang, dimana menurut Thibault dan Kelley menyatakan “Setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran biaya“, dia juga menyatakan dengan 4 (empat) konsep pokok, yaitu; (1) Ganjaran, dengan akibat nilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. (2) Biaya, sebagai akibat dari nilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. (3) Hasil atau Laba, dengan adanya ganjaran dikuranginya biaya. (4) Tingkat perbandingan, yaitu standar yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
Sehingga dalam pengertian ini, setiap individu akan selalu berusaha untuk melakukan sikap positif terhadap orang lain untuk mencapai keuntungan yang diinginkannya. Hubungan akan dipertahankan bila hubungan tersebut terjadi dalam suasana menguntungkan, dan setidaknya berlaku syarat saling menguntungkan kedua belah pihak. Lebih jauh lagi peranan motivasi dan kebutuhan sangat berpengaruh dalam menentukan hubungan ini, dimana setiap individu akan berusaha melakukan personal selling terhadap perilaku orang lain dengan maksud bahwa interaksinya akan membawa dampak positif bagi kualitas dan keberadaan dirinya. Seperti contoh, dalam melakukan kerjasama antar perusahaan dimana kita sebagai manajer perusahaan yang memiliki wewenang dalam menjaga jalinan kerjasama dengan perusahaan lain, maka kita akan berusaha untuk menunjukkan sikap positif yang berusaha menjaga agar hubungan perusahaan kita dengan perusahaan lain tersebut tetap aman dan berjalan lancar, serta menguntungkan. Sikap positif yang kita tunjukkan ini, disamping akan membawa dampak positif terhadap posisi kita di perusahaan tempat kita bekerja juga akan berdampak positif terhadap perusahaan kita. Sehingga pada akhirnya akan menambah keuntungan dalam karier, apakah dalam bentuk promosi jabatan yng lebih tinggi ataukan dalam bentuk insentif gaji.
Ini memberikan gambaran pada kita bahwa semakin besar keuntungan yang akan kita dapatkan, maka ada kecenderungan akan semakin besar pula hubungan tersebut akan kita lanjutkan. Begitu juga sebaliknya, jika kita merasa bahwa hubungan yang kita lakukan akan merugikan kita maka kita akan mulai mengevaluasi apakah kita akan bertahan ataukah memutuskan hubungan?.
[1] Dikutip dari Onong U.F. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Hal 64. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2003.
[2] Dikutip dari Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Hal 118. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Bandung: 2000
[3] Dikutip dari A. Supratiknya. Komunikasi Antarpribadi. Hal 62-63. Penerbit Kanisius Yogyakarta: 1995
[4] Dikutip dari Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Hal 105. Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung: 2000
NB: Tulisan ini ditulis sewaktu menempuh program pascasarjana di Unpad Bandung (2005-2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar