Senin, 02 Februari 2009

Iklan yang merubah perilaku!?

Ditulis oleh, I Made Widiantara, S.Psi.,M.Si


Dalam teori komunikasi terdapat aturan baku bahwa apa yang menjadi pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut haruslah dapat dipahami oleh si penerima pesan. Artinya apapun muatan atau informasi yang disampaikan sudah seharusnya diterima dengan pemahaman yang sama sesuai dengan maksud pengirim pesan.

Sebagai khalayak umum atau sebut saja masyarakat sebagai penerima pesan sudah seyogyanya para pengirim pesan dalam hal ini pengiklan harus memenuhi ketentuan yang berlaku seperti apa yang disebut konsep AIDA. Menurut Kotler, salah satu bapak marketing dunia saat ini, tahap-tahap respon masyarakat penerima iklan dapat menggunakan model AIDA iniuntuk membuat perubahan perilaku masyarakat.

Secara singkat model AIDA memperlihatkan bagaimana masyarakat penerima iklan melewati tahap perhatian (Attention), minat (Interest), kehendak/keinginan (Desire) dan tindakan (Action). Model ini mengasumsikan bahwa seseorang dari sekian banyak masyarakat penerima pesan bertindak melewati tahap kognitif, afektif, dan perilaku. Dengan kata lain, bahwa masyarakat diberikan informasi berupa pesan tertentu yang menarik perhatian mereka, kemudian masuk ke dalam konsep berpikir mereka bahwa apa yang disajikan dalam pesan tersebut memiliki kebenaran dan memang dibutuhkan. Setelah dipadupadankan dengan konsep berpikir mereka, tentunya aspek afektif mereka juga penerima, dimana apa yang mereka rasakan dalam bentuk emosi dan perasaan memebenarkan dan menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Setelah adanya ketertarikan tersebut, sudah pasti mereka akan mengubah sikap mereka tentang pesan tertentu tersebut untuk mengambil sebuah tindakan.

Berbicara tentang iklan atau menginformasikan suatu ide di pinggir jalan, saya katakan di pinggir jalan karena baliho kebanyakan memang di pinggir jalan tempatnya, saya jadi teringat pesan baliho yang ingin disampaikan oleh DKP Kota Denpasar. Dalam baliho tersebut tampak berisi dua foto yang berbeda materi atau muatannya, pada foto sebelah kiri (kiri dari sisi pembaca) tampak terdapat foto aliran sungai yang mengalir tidak begitu deras disertai dengan setumpuk sampah yang berserakan. Kemudian pada sebelah kanannya atau sebagai pendamping foto tadi terdapat foto yang menampilkan salah satu sudut jala raya yang bersih jauh dari sampah, dengan garis-garis jalan yang sangat jelas. Kemudian diantara dua foto tersebut terdapat sebuah tanda tanya (?), sepintas memang maksud yang terkandung sudah tentu orang yang melihat diminta membandingkan dua foto tersebut. Apalagi dengan membaca tulisan yang ada diatas foto tersebut, yang isinya “Mana yang lebih enak dipandang?“ kemudian dibawah dua foto terdapat tulisan “Rindang, bersih dan indahnya Denpasar adalah tanggung jawab kita bersama”.

Saya merasa ada yang kurang dalam baliho tersebut, oke-lah kalau secara umum tentu kita akan dengan gamblang bisa menyimpulkan pesan dari baliho tersebut menghimbau agar masyarakat jangan membuang sampah sembarangan. Terlepas dari itu, menurut saya baliho tersebut memiliki kekurangan materi atau bahan foto yang seharusnya bisa dibuat lebih menggugah dan mampu merubah perilaku masyarakat. Tentang materi foto, kenapa kok sungai yang penuh dengan sampah sehingga dipandang kumuh dibandingkan dengan sudut jalan raya yang bersih dan terlihat rapi. Apa yang salah?? Menurut saya sih, kalau cuma membandingkan masyarakat juga pasti bisa membandingkan kalau foto sungai tersebut kumuh, jorok dan tidak enak dipandang, sedangkan foto sudut jalan raya tersebut rapi, bersih dan enak untuk dilihat. Tapi masalahnya apakah dengan isi pesan dari materi membandingkan dua foto tersebut dinilai mampu merubah perilaku masyarakat yang melihatnya? Perlu penelitian lebih lanjut!.

Menurut pemikiran saya, sepertinya foto yang tepat disandingkan dengan foto sudut jalan raya yang bersih dan rapi tersebut adalah sudut jalan raya juga, tapi dengan kondisi yang penuh dengan sampah berserakan. Atau jika foto sungai yang penuh sampah tetap dimunculkan, semestinya foto yang menjadi sandingannya atau pembandingnya adalah foto sungai yang alirannya jernih dan tidak ada sampah berserakan di alirannya. Sehingga dalam persepsi masyarakat yang melihatnya, tentu akan membandingkan bagaimana kalau membuang sampah ke sungai sehingga sungai akan telihat kumuh, kotor dan tidak enak dipandang, dibandingkan tidak membuang sampah ke sungai sehingga sungai akan terlihat bersih, dan enak dipandang. Jadi semacam rentetan kondisi sebelum dan sesudah yang nantinya bisa merubah perilaku masyarakat. Atau bisa diasumsikan jika aliran sungai yang sudah kotor dan kumuh oleh sampah dibersihkan dan dijaga dari sampah-sampah yang berserakan tentu hasilnya dalah pemandangan aliran sungai yang bersih, rapi dan sangat elok untuk dipandang. Jadi ada semacam pola perubahan yang harus dilakukan oleh masyarakat dari perilaku membuang sampah sembarangan menjadi tidak membuang sampah sembarangan, dengan melihat dua sisi sungai tersebut, dimana sungai yang kotor penuh sampah menjadi sungai yang bersih tanpa sampah. Begitu juga jika foto jalan raya yang ditampilkan, jalan raya yang kumuh penuh sampah berserakan menjadi jalan raya yang bersih dan enak untuk dilewati pengendara sepeda motor. Sehingga model AIDA akan berlaku pada pesan yang disampaikan dalam baliho tersebut, dan tujuan komunikasinya akan lebih mengena kepada masyarakat yang mengharapkan perubahan perilaku buruk masyarakat menjadi kebiasaan berperilaku yang baik.

Tetapi, tulisan saya ini cuma sedikit analisis saya tentang periklanan yang mungkin tidak perlu ditanggapi serius. Yang jelas salud bagi pencetus ide ini untuk menampilkan baliho dengan harapan masyarakat mau dan mulai merubah kebiasaan buruknya membuang sampah sembarangan dan membuat lingkungan kotor sehingga menjadi tidak enak dipandang.
(red;wira_dewantara)